NU Bekasi Desak Evaluasi Kebijakan Ijazah “Sukarela” dari Gubernur Jabar
23 Mei 2025 – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bekasi melancarkan protes keras terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mewajibkan penyerahan ijazah “secara sukarela” dari sekolah kepada siswa. Menurut Ketua PCNU Bekasi KH. Atok Romli Mustofa, kebijakan ini tidak berpihak kepada pesantren dan bahkan digambarkan sebagai “dzalim” dan “sangat menyedihkan” .
Dalam audiensi di Kantor DPRD Jawa Barat (21 Mei 2025), dihadiri jajaran RMI‑NU, Forum Pondok Pesantren, dan BMPS, perwakilan NU diterima oleh pimpinan DPRD, di antaranya Acep Jamaludin dan Rohadi dari PKB (news.detik.com). Atok menilai kebijakan gubernur bersifat spontan, intimidatif, dan tidak melalui kajian komprehensif serta partisipatif (detik.com).
Kekhawatiran Pesantren : Dampak Langsung dan Jangka Panjang
KH. Atok mengingatkan bahwa pondok pesantren menanggung beban pendidikan santri 24 jam penuh—mengurus kebutuhan fisik, keamanan, sosial, hingga aktualisasi diri—tanpa dana dari pemerintah seperti sekolah negeri (radarsurabaya.jawapos.com). Dia menyebut, “Ada biaya sangat besar yang dikeluarkan pesantren secara mandiri…” dan kebijakan ini mendorong ancaman terhadap kelangsungan operasional pondok dan perolehan dana publik (news.detik.com).
KH. Kholid dari Ponpes Yapink Pusat juga mengingatkan potensi kerugian: alumni dapat menuntut ijazah berdasarkan edaran gubernur, sedangkan pesantren belum menyelesaikan hak bagi alumni. Hal ini diprediksi mengganggu proses belajar mengajar bahkan berisiko gulung tikar (detik.com). Salah satu pesantren di Kabupaten Bekasi diperkirakan mengeluarkan biaya Rp 1–1,7 miliar tanpa jaminan pengembalian (detik.com).
Kerusakan Moral dan Tata Nilai Pendidikan
Lebih jauh, PCNU Bekasi menyoroti dampak jangka panjang pada pembelajaran moral dan akhlak. KH. Kholid menegaskan bahwa bila siswa dan orang tua terbiasa mendapatkan ijazah tanpa tanggung jawab, potensi akhlak seperti rasa hormat terhadap guru dan pesantren dapat tergerus (news.republika.co.id).
Seruan PCNU : Tarik Edaran, Bentuk Regulasi Jelas
Dalam rapat bersama DPRD (27 Mei 2025), NU Bekasi mendesak pencabutan surat edaran gubernur dan menyarankan agar kebijakan semacam ini harus melalui regulasi berbasis hukum, seperti Peraturan Gubernur, bukan sekadar edaran bermuatan ancaman (megapolitan.antaranews.com). Mereka juga meminta pertimbangan yang adil terhadap pesantren, terutama dalam hal pendanaan dan izin operasional (radarsurabaya.jawapos.com).
Kesimpulan
PCNU Bekasi menilai kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi menciptakan ketidakadilan sistemik, merugikan pesantren secara finansial serta berpotensi menurunkan nilai pendidikan moral. Mereka mendesak pemerintah provinsi untuk merevisi atau mencabut edaran tersebut, serta menyusun kebijakan berbasis hukum yang mempertimbangkan keberlanjutan peran pesantren dalam sistem pendidikan nasional.