




Bekasi, 12 Juni 2025 — Persidangan lanjutan kasus yang menjerat terdakwa Suhada, yang dikenal sebagai “Preman Cikiwul,” kembali digelar di Pengadilan Negeri Bekasi. Dalam agenda hari ini, Rabu (12/6), sidang memasuki tahap pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hadir sebagai kuasa hukum terdakwa, Mohamad Samsodin, S.HI., MH, yang didampingi oleh Hendra, SH dan Slamet, SH, menegaskan bahwa seluruh saksi justru memberikan keterangan yang meringankan terdakwa dan membuka fakta-fakta yang selama ini tidak diketahui publik.
Keterangan Saksi Bertolak Belakang dengan Tuduhan
Rakmat Ramadhan, pelapor yang dihadirkan sebagai saksi oleh JPU, mengungkapkan fakta mencengangkan di hadapan majelis hakim. Ia menyatakan tidak pernah membuat laporan polisi secara sadar, melainkan hanya diminta datang ke Polres Metro Bekasi Kota untuk menandatangani sesuatu yang tidak ia pahami. Ia juga memperlihatkan isi percakapan WhatsApp dengan Saudari Riri dan Mona, yang menguatkan pernyataannya bahwa tidak pernah ada pelaporan resmi dari dirinya.
Tak hanya itu, proposal permohonan partisipasi kegiatan bagi takjil dan buka puasa bersama anak yatim yang menjadi pemicu persoalan, menurut Rakmat, tidak masuk ke meja pimpinan perusahaan karena tidak terdata di papan informasi security. Ini diamini oleh saksi lainnya, Desi, seorang staf administrasi dari PT Elfrida Plastik Industri. Ia menyebutkan bahwa proposal yang diterima bukanlah permohonan THR atau proposal kegiatan sosial seperti yang dituduhkan.
Tidak Ada Unsur Pemaksaan Maupun Kerusakan
Saudari Mintarsih alias Mona juga memperkuat pembelaan terhadap terdakwa. Dalam kesaksiannya, ia menegaskan bahwa kemarahan terdakwa adalah bentuk spontanitas atas penolakan proposal yang seharusnya bisa dijawab secara tertulis karena sifatnya adalah permohonan partisipasi sosial. Ia juga menekankan bahwa tidak ada unsur pemaksaan ataupun kerusakan yang dilakukan oleh Suhada.
Penangkapan Tanpa Dasar Hukum yang Kuat
Sementara itu, dua saksi dari kepolisian, Ryan Ardiansyah dan Rewinston, menyatakan bahwa mereka hanya diperintahkan oleh Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota untuk melakukan penangkapan. Namun, mereka tidak mengetahui adanya laporan polisi yang menjadi dasar penangkapan dan tidak bisa menjelaskan mekanisme hukum penangkapan sebagaimana diatur dalam KUHP.
Mohamad Samsodin, S.HI., MH: “Tak Ada Kerugian, Tak Ada Ancaman, Ini Bukan Delik Umum”
Setelah sidang usai, Mohamad Samsodin, S.HI., MH memberikan pernyataan pers di hadapan awak media. Didampingi oleh Hendra, SH dan Slamet, SH, ia menyampaikan bahwa seluruh saksi JPU justru menguatkan posisi pembelaan terdakwa.
“Fakta persidangan hari ini sangat jelas. Tidak ada kerugian materiil maupun immateriil. Tidak ada ancaman. Tidak ada pemaksaan. Ini bukan delik umum, ini seharusnya delik aduan. Tanpa laporan sah dari pihak yang dirugikan, proses hukum tidak bisa serta-merta dijalankan hanya karena sebuah peristiwa viral,” tegas Samsodin.
Ia juga menambahkan bahwa polisi tidak memiliki dasar melakukan penangkapan langsung terhadap terdakwa, mengingat dalam hukum acara pidana, delik aduan memerlukan adanya laporan resmi dari pihak korban terlebih dahulu.
Tuntutan Keadilan dan Evaluasi Proses Hukum
Kehadiran Samsodin dan tim hukum dalam pembelaan Suhada mencerminkan komitmen pada prinsip-prinsip keadilan dan supremasi hukum. Ia mengajak semua pihak untuk tidak menjadikan viralitas sebagai landasan penegakan hukum, serta mendorong evaluasi menyeluruh terhadap proses hukum yang dijalankan oleh aparat penegak hukum agar sesuai dengan prosedur hukum yang sah.