Cinta adalah fitrah manusia yang tidak memerlukan kecerdasan intelektual tinggi untuk dapat dirasakan dan diberikan. Mencintai bukanlah soal memahami teori yang kompleks atau memiliki wawasan luas, melainkan soal ketulusan, kasih sayang, dan keikhlasan hati. Setiap manusia, baik yang berpendidikan tinggi maupun yang sederhana pemahamannya, memiliki kapasitas untuk mencintai dengan tulus.
Cinta dalam Perspektif Islam
Islam mengajarkan bahwa cinta adalah bagian dari rahmat Allah yang dianugerahkan kepada setiap hamba-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: خَلَقَ اللهُ مِائَةَ رَحْمَةٍ، فَوَضَعَ وَاحِدَةً بَيْنَ خَلْقِهِ وَخَبَأَ عِنْدَهُ مِائَةً إِلَّا وَاحِدَةً (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairah r.a. menginformasikan: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Allah menciptakan seratus rahmat (kasih sayang), maka diberikanlah satu bagian untuk semua makhluk-Nya, dan Sembilan puluh Sembilan bagian disimpan (di sisi Allah). (HR. Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa cinta adalah anugerah yang diberikan kepada semua makhluk tanpa memandang tingkat kecerdasan. Cinta ada dalam setiap individu, dari seorang anak kecil yang belum mengenal logika hingga seorang tua renta yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa cinta bukanlah sesuatu yang hanya dipahami oleh orang-orang yang memiliki kecerdasan tinggi, melainkan sesuatu yang bisa dirasakan oleh siapa saja yang memiliki hati yang bersih. Ia berkata:
“Cinta sejati adalah yang tumbuh dari hati yang penuh ketulusan, bukan dari akal yang penuh perhitungan.”
Cinta dalam Tindakan, Bukan Logika
Mencintai tidak membutuhkan IQ tinggi, karena cinta sejati lebih banyak terwujud dalam tindakan, bukan sekadar pemikiran. Seorang ibu yang menyayangi anaknya tidak perlu memahami teori psikologi anak untuk memberikan kasih sayang. Seorang sahabat yang setia mendampingi di saat sulit tidak harus menjadi seorang filsuf untuk memahami arti kebersamaan.
Dalam Islam, cinta sejati ditunjukkan melalui akhlak dan perbuatan. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari No. 13, Muslim No. 45)
Hadis ini menegaskan bahwa cinta bukan soal kecerdasan, tetapi soal iman dan keikhlasan hati dalam mencintai sesama.
Kesimpulan
Cinta adalah bahasa hati yang bisa dipahami oleh siapa saja, tanpa memandang tingkat kecerdasan intelektual. Ia bukan tentang seberapa tinggi IQ seseorang, tetapi seberapa tulus hatinya. Dalam Islam, cinta adalah anugerah Allah yang ditanamkan dalam setiap jiwa, dan kebijaksanaan dalam mencintai tidak diukur dari kepintaran, melainkan dari keikhlasan dan ketulusan hati.
-Y.M-