
Urusan zakat fitrah memang tidak pernah sederhana. Ia bukan hanya tentang pengumpulan dana dan beras, tapi juga soal kepercayaan, keadilan, dan amanah. Apalagi jika distribusinya tidak sesuai harapan—di situlah kerumitan mulai muncul.
Hingga hari ini, tanggal 11 Syawwal, masih ada mustahik yang belum menerima haknya. Padahal, nama mereka jelas tercantum dalam daftar distribusi. Tidak hanya itu, dalam daftar tersebut bahkan disebutkan secara rinci bahwa mereka seharusnya menerima manfaat berupa uang tunai sebesar Rp50.000 dan dua kantong beras.
Ketidaksesuaian ini tentu menimbulkan kekecewaan, bukan hanya bagi para mustahik, tetapi juga masyarakat yang mempercayakan zakat fitrahnya kepada panitia. Situasi ini menjadi semakin kompleks ketika yang bertugas menyampaikan hak mustahik adalah seorang tokoh agama yang telah menunaikan ibadah haji. Sebagai sosok yang dihormati dan dipercaya, seharusnya amanah ini dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan keteladanan.
Ketika kepercayaan masyarakat terganggu, maka yang dipertaruhkan bukan hanya nama baik individu, tapi juga nilai luhur dari ibadah zakat itu sendiri. Sudah semestinya ada evaluasi terbuka dan langkah korektif agar tidak ada lagi hak mustahik yang terabaikan, serta kepercayaan umat tetap terjaga.
Zakat fitrah bukan sekadar ritual tahunan, tapi wujud nyata kepedulian sosial. Dan kepedulian itu tak boleh ternoda oleh kelalaian, apalagi jika melibatkan nama-nama yang seharusnya menjadi panutan.
- Bagaimana sistem pendataan mustahik yang digunakan selama ini? Apakah sudah akurat dan transparan?
- Apa saja kendala yang menyebabkan distribusi zakat fitrah tidak tepat waktu atau tidak tepat sasaran?
- Mengapa masih ada mustahik yang tidak menerima haknya, padahal namanya tercantum dalam daftar distribusi?
- Apakah sistem pelaporan dan pengawasan distribusi zakat sudah berjalan dengan baik? Jika belum, apa yang perlu diperbaiki?
- Bagaimana seharusnya sikap kita jika yang bertanggung jawab dalam distribusi adalah tokoh agama yang dihormati?
- Apa langkah konkret yang bisa diambil untuk menyelesaikan kasus keterlambatan atau kehilangan hak mustahik ini?
- Perlukah dibentuk tim khusus atau audit internal untuk memeriksa kembali proses distribusi zakat di masa mendatang?
- Bagaimana cara menjaga kepercayaan masyarakat agar tetap menyalurkan zakat fitrahnya melalui lembaga atau panitia yang ada?
- Apakah sanksi atau teguran perlu diberikan kepada panitia yang lalai, meskipun mereka adalah tokoh masyarakat atau tokoh agama?
- Bagaimana kita bisa memastikan kejadian serupa tidak terulang tahun depan? Apa peran setiap elemen masyarakat dalam hal ini?
~Ibnu Rifai, S.Kom~