Beranda Quotes Penyediaan takjil hari ini di musholla

Penyediaan takjil hari ini di musholla

47
0

Melengkapi kutipan dari Gus Salman – Ketua LAZISNU Kabupaten Bekasi yang barangkali problem ini sering kita temukan dilingkungan kita

Terkait masalah penyediaan takjil hari ini di musholla, menurut hemat saya, tidak ada yang perlu diperdebatkan, apalagi jika tujuan perdebatan hanya untuk saling menyudutkan. Islam mengajarkan untuk saling berlapang dada dalam hal-hal yang bersifat ijtihadiyah (sesuatu yang tidak masuk dalam kategori wajib atau haram secara tegas). Jika ada seseorang yang lupa atau khilaf dalam pelaksanaannya, maka itu adalah sifat manusiawi yang wajar. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Setiap anak Adam pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi, no. 2499, hasan)

Oleh karena itu, tidak perlu menyalahkan siapa pun karena memang tidak ada yang salah dalam perkara ini. Dalam hukum Islam, berbagi dan berdonasi, termasuk dalam bentuk penyediaan takjil, adalah sunnah yang sangat dianjurkan. Allah SWT berfirman:

“Barangsiapa yang memberikan makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun.” (HR. Tirmidzi, no. 807, hasan shahih)

Namun, perlu diingat bahwa yang menjadi kewajiban bagi setiap Muslim bukanlah berbagi takjil, melainkan menunaikan zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah: 43)

Dengan demikian, hal seperti ini tidak perlu dibesar-besarkan atau dijadikan bahan perdebatan yang tidak membawa manfaat. Apalagi, jika perdebatan tersebut justru mengarah pada fitnah, saling mencela, dan menyerang sesama saudara Muslim dengan argumen yang buruk. Rasulullah ﷺ telah memperingatkan dalam sabdanya:

“Cukuplah seseorang disebut sebagai pendusta jika ia menceritakan setiap apa yang didengarnya (tanpa tabayyun).” (HR. Muslim, no. 5)

Karena itu, marilah kita menumbuhkan sikap husnuzan (berbaik sangka) terhadap sesama dan menjadikan ibadah di bulan Ramadan sebagai momen mempererat ukhuwah Islamiyah, bukan sebagai ajang perselisihan yang tidak perlu.

Menegur atau mengingatkan saudara sesama Muslim adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran). Namun, cara menegur haruslah dilakukan dengan hikmah, kelembutan, dan penuh kasih sayang agar tidak menimbulkan perpecahan. Berikut adalah cara yang sesuai dengan dalil dan hadis:

1. Dengan Hikmah dan Nasihat yang Baik

Allah SWT berfirman:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik…”
(QS. An-Nahl: 125)

Dalam ayat ini, Allah mengajarkan bahwa dalam menegur atau menasihati orang lain harus dengan hikmah (kebijaksanaan) dan nasihat yang baik. Artinya, kita harus memahami situasi, kondisi, serta cara terbaik dalam menyampaikan teguran agar tidak menyakiti hati orang lain.


2. Menegur dengan Lemah Lembut dan Tidak Kasar

Ketika Allah mengutus Nabi Musa dan Harun untuk menegur Fir’aun, yang sangat zalim, Allah tetap memerintahkan untuk berkata dengan lembut:

“Maka berbicaralah kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.”
(QS. Thaha: 44)

Jika kepada Fir’aun saja Allah menyuruh untuk berbicara dengan lembut, maka lebih lagi kepada sesama Muslim.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

“Sesungguhnya kelembutan tidaklah terdapat dalam sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan membuatnya menjadi buruk.”
(HR. Muslim, no. 2594)

Maka, menegur dengan kelembutan akan lebih mudah diterima daripada dengan cara kasar atau marah-marah.


3. Menasihati Secara Rahasia, Tidak di Depan Umum

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.”
(HR. Muslim, no. 2590)

Menasihati sebaiknya dilakukan secara pribadi dan tidak mempermalukan orang tersebut di depan umum. Jika teguran dilakukan di hadapan banyak orang, bisa jadi orang yang ditegur akan merasa malu atau tersinggung, sehingga sulit menerima nasihat.


4. Menggunakan Kata-kata yang Lembut dan Tidak Menyalahkan Secara Langsung

Rasulullah ﷺ sering menegur dengan cara yang halus tanpa menyebut langsung siapa yang bersalah. Contohnya dalam hadis:

“Kenapa ada orang yang melakukan hal seperti ini?”
(HR. Abu Dawud, no. 4788)

Beliau tidak menyebut nama orang yang bersalah, tetapi memberikan nasihat umum agar tidak menyinggung perasaan.


5. Bersabar dan Tidak Mudah Marah Jika Nasihat Tidak Langsung Diterima

Allah SWT berfirman:

“Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
(QS. Luqman: 17)

Jika teguran kita tidak langsung diterima, jangan langsung marah atau kecewa. Rasulullah ﷺ adalah contoh terbaik dalam kesabaran ketika berdakwah, meskipun sering ditolak dan dicaci.


6. Mendoakan Kebaikan untuk Orang yang Ditegur

Ali bin Abi Thalib pernah berkata:

“Tujuan dari menegur bukan untuk mempermalukan, tetapi untuk memperbaiki. Maka setelah menegur, jangan lupa untuk mendoakan kebaikan baginya.”

Rasulullah ﷺ pun sering mendoakan orang yang melakukan kesalahan agar mendapat hidayah, bukan malah mengutuk mereka.


Kesimpulan:

Menegur saudara Muslim harus dengan hikmah, kelembutan, dan kesabaran. Tidak boleh menegur dengan kasar, mempermalukan, atau menyalahkan secara langsung. Jika dilakukan dengan cara yang baik, teguran akan lebih mudah diterima dan membawa perubahan yang lebih positif.

Wallahu a’lam.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini