Ketika Jasmani Hidup, Tapi Ruh Telah Mati
“Berapa banyak manusia yang berjalan, berbicara, tertawa, dan berinteraksi… tapi hakikatnya ia telah mati. Ia hanya bangkai berbalut daging. Ruhnya telah tercabut oleh kelalaian, dosanya telah memadamkan cahaya hatinya.”
Ruh yang Mati Dalam Raga yang Hidup
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan apakah sama orang yang sudah mati kemudian Kami hidupkan dia dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia berjalan di tengah-tengah manusia, seperti halnya orang yang berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya?”
(QS. Al-An’am: 122)
Ibnul Qayyim rahimahullah menafsirkan ayat ini:
“Orang yang mati kemudian Allah hidupkan adalah hati yang mati karena kekufuran dan kemaksiatan, lalu Allah hidupkan dengan hidayah dan ilmu. Adapun yang tetap dalam kegelapan, itu adalah hati yang keras, tertutup dari cahaya iman.”
(Miftah Daaris Sa’adah, 1/74)
Mereka yang ruhnya mati hidup tanpa tujuan akhirat. Hati mereka tak lagi merasakan nikmatnya iman, takutnya dosa, atau indahnya taubat. Mereka mungkin sukses secara duniawi — karier, harta, relasi — tetapi jauh dari Allah, dan kosong dari makna.
Tanda-Tanda Ruh yang Mati:
- Tidak Tersentuh oleh Ayat dan Peringatan.
Hatinya beku ketika Al-Qur’an dibacakan. Tidak ada rasa takut ketika dosa disebut. Ia dengar nasihat, tapi berlalu seperti angin. - Meremehkan Dosa.
Seakan-akan tidak akan dihisab. Imam Ibn Sirin berkata: “Dosa kecil pada hati yang hidup terasa seperti gunung yang siap runtuh, namun pada hati yang mati terasa seperti lalat yang hinggap di hidung.” - Menunda Taubat dan Menyukai Dosa Secara Diam-diam.
Ia tahu salah, tapi menunda. Ia menikmati dosa dalam sembunyi. Padahal bisa jadi, itu adalah kebinasaan yang ditangguhkan.
Ulama Salaf dan Kehidupan Hati
🔹 Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:
“Wahai anak Adam, engkau hanyalah kumpulan hari. Setiap hari yang berlalu, maka sebagian darimu ikut pergi.”
🔹 Ibrahim bin Adham rahimahullah pernah ditanya:
“Mengapa doa kami tidak dikabulkan?”
Beliau menjawab:
“Karena hati kalian telah mati dengan 10 perkara, salah satunya: kalian tahu bahwa ruh kalian telah mati, namun kalian tidak berusaha menghidupkannya dengan taubat dan ibadah.”
🔹 Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:
“Hidupkanlah hatimu dengan dzikir, niscaya Allah akan hidupkan ruhmu meski badanmu lelah.”
Apakah Aku Hidup atau Sudah Mati?
Renungkan pertanyaan ini dengan jujur:
- Apakah aku masih menangis ketika bermaksiat, atau justru sudah terbiasa?
- Kapan terakhir aku menangis dalam doa?
- Apakah aku lebih takut kehilangan kuota internet… daripada kehilangan hidayah?
- Seberapa sering aku membaca Al-Qur’an… dibandingkan membuka media sosial?
- Apakah aku hidup untuk Allah… atau hidup sekadar mengikuti arus?
Ruh yang Mati Bisa Dihidupkan
Jangan putus asa. Sebab, ruh yang mati bisa Allah hidupkan kembali. Tapi ada syaratnya: taubat sungguh-sungguh, ilmu yang benar, dan dzikir yang ikhlas.
Allah berjanji:
“Wahai orang-orang yang beriman, sambutlah seruan Allah dan Rasul apabila ia menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan.”
(QS. Al-Anfal: 24)
Imam Ibnu Katsir menafsirkan:
“Yakni kehidupan yang hakiki adalah ketika ruh kita hidup dengan keimanan, bukan sekadar tubuh yang bernafas.”
Jangan Jadi Mayat yang Berjalan
Jasmani kita mungkin sehat, tapi jika hati telah keras, ruh telah beku, dan iman tak lagi hidup, maka sesungguhnya kita hanyalah mayat berjalan.
Jangan biarkan dunia membuat kita lupa bahwa kita sedang menuju kematian. Hidup hanya sekali, dan itu pun sebentar. Maka jangan mati sebelum ruhmu benar-benar hidup.
Doa Muhasabah
“Ya Allah… hidupkanlah hatiku yang telah lama mati. Hidupkan ruhku dengan iman. Lembutkan jiwaku dengan dzikir. Jangan Engkau biarkan aku menjadi jasad yang bergerak… tapi hatinya telah hancur dimakan dosa.”